Oleh : Ust. Budi Ashari, Lc (Pakar Parenting Nabawiyah)
Setiap kita bicara
tentang cinta dan kasih sayang, yang terbayang adalah kelembutan,
senyuman, kenyamanan, kedamaian dan kata yang manis menghias bibir.
Itu memang tidak salah. Begitulah karakter cinta dan kasih sayang.
Tapi, terkadang bersikap keras, bermuka tegas, bertutur ‘menyakitkan’ adalah bukti sayang.
Saya sadar, ada yang tak bisa menerima kalimat ini.
Mungkin termasuk anda. Tetapi saya akan tetap katakan bahwa terkadang,
kasih sayang dibuktikan dengan sikap tegas dan keras.
Sebenarnya
tidak rumit memahaminya. Karena itupun kita lakukan dengan kesadaran.
Bukankah, saat salah seorang yang kita cintai melakukan kesalahan bahkan
dosa, kita akan bersikap tegas bahkan keras. Mengapa? Karena kita
mencintai dan mengasihinya. Karena kita tidak ingin ia terjatuh dalam
kesalahan yang berujung kecelakaan.
Dan
sebaliknya, justru bukti anda sudah tak lagi menyayanginya ketika anda
biarkan dia berbuat semaunya. Baik tanpa penghargaan. Salah tanpa
teguran.
Karena sayang mesti berekspresi...
Saat istri melakukan kesalahan nusyuz, Allah memerintahkan agar diberi teguran,
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Laki-laki
(suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
Melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari
hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat
(kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena
Allah telah Menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,
tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha
Tinggi, Maha Besar.” (Qs. An Nisa’: 34)
Saat
istri melakukan pelanggaran, memasukkan seseorang yang tidak disukai
suaminya ke dalam rumahnya, maka inilah ketegasan yang diajarkan Nabi
dalam khutbah terkenalnya,
...فَاتَّقُوا
اللهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ،
وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ
أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ...
...Makatakutlah
kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil mereka dengan
amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat
Allah. Kalian punya hak terhadap mereka untuk tidak memasukkan seorang
pun yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kalian, jika mereka melakukan itu, makan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Dan mereka mempunyai hak atas kalian untuk nafkah dan pakaian dengan cara yang baik... (HR. Bukhari dan Muslim)
Tak
hanya dalam masalah keluarga. Dalam hubungan dengan sesama saudara
seiman pun demikian. Lihatlah keterusterangan Rasulullah kepada Abu Dzar
berikut ini,
عَنْ
أَبِي ذَرٍّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ
مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي، لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ، وَلَا
تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ»
Dari
Abu Dzar, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Wahau Abu Dzar, sesungguhnya aku melihatmu lemah. Dan aku mencintai
untukmu sebagaimana aku mencintai untuk diriku sendiri. Jangan kamu
memimpin dua orang dan jangan mengurus harta anak yatim.” (HR. Muslim)
Keterusterangan
itu mungkin terasa sangat vulgar. Bagi yang tidak bisa menerimanya
mungkin terasa menyakitkan. Tetapi inilah bukti cinta itu; Dan aku mencintai untukmu sebagaimana aku mencintai untuk diriku sendiri.Rasul
tak mau sahabatnya yang dikasihi itu terjatuh pada wilayah
kelemahannya. Maka, Nabi segera mencegahnya ketika Abu Dzar memasuki
wilayah yang bahaya bagi dirinya.
Sekali lagi, itulah bukti kasih sayang.
Tidak
usah khawatir. Dalam petunjuk Nabi, tegas dan keras itu ada aturan dan
kadar yang harus diperhatikan. Tidak boleh asal melakukannya tanpa
mengetahui ilmunya.
Dan...
Ternyata
bukti kasih sayang tak mesti harus kelembutan. Sekali waktu, kesalahan
terjadi. Dan saat itulah cinta menuntut untuk dibuktikan. Ya... teguran,
ketegasan, bahkan hukuman.
Itulah bukti cinta pada saatnya.
Persis seperti yang disampaikan oleh penyair Arab terkenal, Abu Tammam:
Dulu akhlaknya pada kalian manis...........Kemudian kalian meninggalkannya saat terasa asin dan pahit
Dia
bersikap keras agar kalian sadar dan bagi yang kokoh........hendaklah
keras sekali waktu pada yang dicintainya. (Az Zahroh, Abu Bakar Muhammad
bin Dawud Al Ashbahani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar